NASKAH RUU PERKOPERASIAN PENGGANTI UU NO 25 TAHUN 1992
HASIL RUMUSAN
MASYARAKAT KOPERASI KOTA KEDIRI
SEBAGAI SUMBANGAN PEMIKIRAN
PENYUSUNAN RUU KOPERASI PENGGANTI UU N0 25/1992
(dan tanggapan atas Naskah RUU Perkoperasian pengganti UU N0 25/1992 yang disusun pemerintah)
Dirumuskan pada tanggal 2 Juli 2011
Di KSP BAHAGIA KOTA KEDIRI
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …. TAHUN …….
TENTANG
PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa koperasi, sebagai organisasi ekonomi yang berbasis anggota merupakan wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya anggota memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional yang berdasar asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju , adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945;
b. bahwa pengembangan dan pemberdayaan Koperasi didasarkan pada pengertian, nilai dan prinsip Koperasi, sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, dan mandiri serta tangguh dalam menghadapi perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan;
c. bahwa penyelenggaraan Koperasi perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat serta prinsip, nilai dan pengertian koperasi yang berlaku secara internasional;
d. Bahwa sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu undang-undang sebagai pengganti undang-undang no 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Memutuskan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Koperasi adalah badan hukum yang merupakan organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial yang otonom berangotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki dan kendalikan bersama secara demokratis.
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi
3. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi
4. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan
5. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi
6. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
7. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang mengawasi dan mengarahkan pengelolaan Koperasi yang dilaksanakan Pengurus sesuai keputusan Rapat anggota.
8. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
9. Simpanan pokok anggota adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi
10. Simpanan wajib anggota sebagai bukti dalam rangka ikut serta memperkuat permodalan koperasi
11. Hibah adalah pemberian uang atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai penambahan permodalan koperasi.
12. Modal Penyertaan adalah penyetoran pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang untuk menambah dan memperkuat permodalan usaha Koperasi, yang disetorkan oleh anggota , Pemerintah atau pihak lain yang disetujui oleh rapat anggota.
13. Simpanan adalah simpanan diluar simpanan pokok dan simpanan wajib yang diserahkan kepada Koperasi oleh anggota atau calon anggota sebagai pemodalan koperasi sesuai ketentuan yang diputuskan dalam rapat anggota
14. Sisa Hasil Usaha adalah semua jenis pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha.
15. Lembaga Gerakan Koperasi adalah organisasi yang didirikan dari dan oleh Koperasi untuk memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
16. Pengadilan adalah Pengadilan Negeri.
17. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
18. Pemerintah Daerah adalah Instansi yang membidangi urusan pemerintahan di bidang koperasi di daerah.
Pasal 2
Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu:
a. Swadaya.
b. Swa tanggung jawab.
c. Demokrasi.
d. Kebersamaan.
e. Keadilan.
f. Kesetiakawanan.
g. Nilai kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain.
Pasal 3
Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi sebagai berikut:
a. keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka.
b. pengawasan dan pengendalian koperasi dilakukan oleh anggota secara demokratis.
c. anggota adalah pemilik, pengendali dan pengguna koperasi.
d. Koperasi merupakan organisasi ekonomi rakyat swadaya yang otonom, dan independen.
e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi.
f. Koperasi menjalin kerjasama dengan sesama koperasi maupun pelaku usaha ekonomi diluar koperasi melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional.
g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Rapat anggota.
h. Prinsip Pengelolaan Koperasi adalah dari, oleh dan untuk anggota.
Pasal 4
Koperasi mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat Anggota, Pengawas dan Pengurus.
BAB II
ORGANISASI, PENDIRIAN, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Organisasi
pasal 5
(1) Koperasi mempunyai tempat kedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(2) Wilayah keanggotaan Koperasi ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3) Koperasi berbentuk primer dan sekunder.
(4) Koperasi sekunder terdiri dari Pusat, Gabungan dan Induk.
Pasal 6
(1) Koperasi Primer mempunyai nama dengan mencantumkan nama wilayah administrasi pemerintahan tempat kedudukan Koperasi.
(2) Koperasi sekunder mempunyai nama dengan mencantumkan kata “pusat”, “gabungan”, atau “induk” di awal, di tengah, atau di akhir nama suatu Koperasi Sekunder.
(3) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Koperasi.
(4) Koperasi mempunyai alamat lengkap di tempat kedudukannya.
(5) Dalam semua surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Koperasi, barang cetakan, dan akta dalam hal Koperasi menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Koperasi.
Pasal 7
Koperasi didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 8
Terhadap Koperasi berlaku Undang-Undang ini, Anggaran Dasar Koperasi, dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Kedua
Pendirian
Pasal 9
(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 50 ( lima puluh ) orang perseorangan.
(2) Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 5 (lima) Koperasi.
Pasal 10
Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 11
(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu, sekurangkurangnya :
a.nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi pendiri.
b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan anggota Pengawas dan anggota Pengurus yang pertama kali diangkat.
(2) Dalam pembuatan akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang pendiri dapat diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa.
Pasal 12
(1) Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disahkan oleh Menteri atau Pemerintah Daerah sesuai tingkatan dan kedudukan koperasi.
(2) Dalam hal setelah Koperasi disahkan, anggotanya berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau ayat (2) maka dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan.
(3) Setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota koperasi tetap kurang dari jumlah minimal keanggotaan, maka anggota Koperasi bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian yang terjadi dan Koperasi tersebut wajib dibubarkan oleh Menteri atau Pemerintah Daerah.
Pasal 13
(1) Akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan oleh para pendiri secara bersama-sama atau kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri atau Pemerintah Daerah untuk memperoleh pengesahan.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
Pasal 14
Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya permohonan, Menteri atau Pemerintah Daerah harus menolak permohonan secara tertulis disertai alasannya.
Pasal 15
(1) Terhadap penolakan permohonan pengesahan akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permohonan ulang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya penolakan.
(2) Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang diberikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keputusan pertama dan terakhir.
Pasal 16
(1) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
a. nama dan tempat kedudukan.
b. tujuan, kegiatan usaha dan jenis Koperasi.
c. jangka waktu berdirinya Koperasi.
d. ketentuan mengenai modal Koperasi.
e. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dan Pengurus; hak dan kewajiban anggota Pengawas dan Pengurus.
f. ketentuan mengenai keanggotaan.
g. ketentuan mengenai Rapat Anggota.
h. ketentuan mengenai penggunaan surplus hasil usaha.
i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar.
j. ketentuan mengenai pembubaran.
k. ketentuan mengenai sanksi.
l. ketentuan mengenai tanggungan anggota.
(2) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh memuat ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal 17
(1) Koperasi tidak boleh memakai nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota.
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional,kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan.
d. tidak sesuai dengan tujuan dan kegiatan usaha atau hanya menunjukkan tujuan Koperasi saja tanpa nama diri; atau
e. terdiri dari angka atau rangkaian angka.
(2) Nama Koperasi Primer harus didahului dengan kata “Koperasi” dan diakhiri dengan kata ”(Prim)”.
(3) Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan kata ”(Skd)”.
(4) Kata Koperasi dilarang digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-Undang ini.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Koperasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Koperasi wajib mempunyai tujuan dan kegiatan usaha sesuai dengan jenis koperasi yang harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar Koperasi.
(2) Tujuan dan kegiatan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan kebutuhan ekonomi anggota dan jenis Koperasi dengan memperhatikan peraturan perundangundangan.
Bagian Ketiga
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dapat diubah oleh Rapat Anggota apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah anggota Koperasi dan disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah anggota yang hadir.
(2) Usul perubahan Anggaran Dasar dilampirkan dalam surat undangan kepada anggota.
(3) Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali atas persetujuan pengadilan.
(4) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 20
(1) Perubahan Anggaran Dasar yang berkaitan dengan hal tertentu harus mendapat persetujuan Menteri atau Pemerintah Daerah.
(2) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama.
b. tempat kedudukan.
c. wilayah keanggotaan.
d. tujuan.
e. kegiatan usaha; dan
f. jangka waktu berdirinya Koperasi apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu.
(3) Perubahan Anggaran Dasar selain yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri atau Pemerintah Daerah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak akta perubahan Anggaran Dasar dibuat.
Pasal 21
(1) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal persetujuan Menteri atau Pemerintah Daerah
(2) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) berlaku sejak tanggal diterimanya pemberitahuan akta perubahan Anggaran Dasar tersebut oleh Menteri atau Pemerintah Daerah.
Pasal 22
Permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) ditolak apabila:
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar.
b. isi perubahan Anggaran Dasar bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
Pasal 23
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15.
Bagian Keempat
Pengumuman
Pasal 24
(1 ) Akta pendirian beserta nama Pengawas dan Pengurus Koperasi yang bersangkutan dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang telah disahkan oleh Menteri atau Pemerintah Daerah wajib diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia atau Lembaran Daerah.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pemerintah Daerah.
Pasal 25
(1) Menteri Menteri atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan Daftar Umum Koperasi..
(2) Daftar Umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencantumkan:
a. nama dan tempat kedudukan, dan kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, sumber pendanaan,nama Anggota Pengawas dan Pengurus Koperasi.
b. alamat lengkap Koperasi.
c. nomor dan tanggal akta pendirian serta nomor dan tanggal surat pengesahan Menteri atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
d. nomor dan tanggal akta perubahan Anggaran Dasar dan surat persetujuan Menteri atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).
e. Nomor dan tanggal akta perubahan Anggaran Dasar yang telah diberitahukan kepada Menteri atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3).
f. Nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan Anggaran Dasar; dan
g. Nomor dan tanggal akta pembubaran yang telah diberitahukan kepada Menteri.
(3) Daftar Umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Daftar Umum Koperasi diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 26
(1) Anggota koperasi merupakan pemilik , pengendali dan pengguna jasa Koperasi.
(2) Keanggotaan koperasi dicatat dalam buku Daftar Anggota.
Pasal 27
(1) Anggota Koperasi Primer ialah orang perseorangan yang mampu melakukan tindakan hukum,mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi, bersedia menggunakan jasa Koperasi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggota Koperasi Sekunder ialah Koperasi yang mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 28
(1) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah persyaratan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(2) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
Pasal 29
(1) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) mempunyai kewajiban :
a. mematuhi Anggaran Dasar, anggaran rumah tangga, dan keputusan Rapat Anggota.
b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;dan
c. mengembangkan dan memelihara nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Anggota mempunyai hak :
a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota.
b. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta atau tidak.
c. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengawas dan Pengurus.
d. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.
e. memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi.
f. mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar; dan
g. mendapatkan Sisa hasil usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil penyelesaian Koperasi.
Pasal 30
(1) Koperasi Primer dapat menerima anggota luar biasa.
(2) Anggota Luar Biasa dalam Koperasi Primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan orang perseorangan yang mampu melakukan tindakan hukum dan bersedia mengembangkan usaha Koperasi tetapi tidak dapat memenuhi persyaratan keanggotaan sesuai Anggaran Dasar Koperasi.
(3) Anggota luar biasa mempunyai kewajiban menjaga nama baik Koperasinya.
(4) Anggota luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya mempunyai hak:
a. menghadiri dan menyatakan pendapat dalam Rapat Anggota.
b. memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi; dan
c. mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, hak dan kewajiban anggota luar biasa diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB IV
RAPAT ANGGOTA
Pasal 31
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
Pasal 32
Rapat anggota mempunyai wewenang :
a. menetapkan kebijakan umum Koperasi .
b. mengubah Anggaran Dasar.
c. memilih, mengangkat dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus.
d. menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi.
e. menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama koperasi;
f. meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengawas dan Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya.
g. menetapkan pembagian sisa hasil usaha sesuai ketentuan dalam anggaran dasar.
h. memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan
i. menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Pasal 33
(1) Rapat anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
(2) Kuorum kehadiran Rapat Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
(3) Undangan kepada anggota untuk menghadiri Rapat Anggota dikirim oleh Pengurus selambatlambatnya 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Anggota diselenggarakan.
(4) Undangan dilakukan dengan surat yang mencantumkan antara lain tanggal, waktu, tempat, dan acara Rapat Anggota disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam Rapat anggota tersedia di kantor Koperasi .
Pasal 34
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam pemungutan suara setiap anggota mempunyai hak satu suara.
(4) Hak suara pada Koperasi Sekunder diatur secara demokratis dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan partisipasi usaha Koperasi anggota secara adil.
Pasal 35
(1) Rapat Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan selambat lambatnya 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup.
(3) Dalam hal Koperasi tidak menyelenggarakan Rapat Anggota dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri atau Pemerintah Daerah dapat memerintahkan Koperasi untuk menyelenggarakan Rapat Anggota.
Pasal 36
(1) Dalam Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) diajukan Laporan Tahunan yang berisi dokumen sebagai berikut:
a. laporan mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah dicapai.
b. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Koperasi.
c. perhitungan tahunan yang sekurang-kurangnya terdiri dari neraca akhir dan perhitungan hasil usaha tahun buku yang bersangkutan serta penj.elasan atas dokumen tersebut.
d. laporan Pengawas.
e. nama anggota Pengawas dan Pengurus; dan
f. besar imbalan bagi anggota Pengawas serta gaji dan tunjangan lain bagi anggota Pengurus.
(2) Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, Pengurus wajib memberikan penjelasan dan alasannya.
(4) Perhitungan tahunan dalam bentuk laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditandatangani oleh semua anggota Pengurus.
Pasal 37
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ditanda tangani oleh semua anggota Pengurus.
(2) Apabila salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan harus menjelaskan alasannya secara tertulis.
Pasal 38
Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan, merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.
Pasal 39
(1) Laporan tahunan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) harus diaudit oleh Akuntan Publik apabila :
a. diminta oleh Menteri atau Pemerintah Daerah karena diketemukan hal hal yang menyimpang dalam pengelolaan Koperasi.
b. Rapat Anggota menghendakinya.
(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pengesahan laporan tahunan oleh Rapat Anggota dinyatakan tidak sah.
Pasal 40
Rapat Anggota dianggap sah apabila diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan tata cara Rapat Anggota yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 41
(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Koperasi dapat menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenang pengambilannya ada pada Rapat Anggota.
(2) Penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa Pengurus atau atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota.
(3) Permintaan anggota kepada Pengurus untuk menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dengan disertai alasan dan daftar tanda tangan anggota.
(4) Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan atas permintaan anggota hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
Pasal 42
(1) Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan untuk memutuskan penggabungan, peleburan, dan pembubaran Koperasi dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) jumlah anggota.
(2) Keputusan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah.
(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Pengurus dapat menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa kedua pada waktu paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal rencana penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa pertama yang gagal diselenggarakan.
(4) Ketentuan tentang kuorum dan kesahan keputusan dalam Rapat Anggota Luar Biasa kedua sama dengan ketentuan dalam Rapat Anggota Luar Biasa pertama sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Dalam hal kuorum Rapat Anggota Luar Biasa kedua tidak tercapai, atas permohonan Pengurus kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan.
Pasal 43
(1) Ketua Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Koperasi dapat memberikan izin kepada anggota koperasi untuk:
a. melakukan pemanggilan Rapat Anggota, atas permohonan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) dari jumlah anggota apabila Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat Anggota pada waktu yang telah ditentukan; atau
b. melakukan pemanggilan Rapat Anggota Luar Biasa, atas permohonan sebagaimana dimaksud alam Pasal 41, apabila setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan dari anggota,Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa.
(2) Dalam hal Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa diselenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengadilan dapat memerintahkan Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
(3) Penetapan Ketua Pengadilan mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.
Pasal 44
Koperasi Primer yang jumlah anggotanya melebihi jumlah tertentu dapat menyelenggarakan Rapat Anggota melalui delegasi atau utusan anggota.
Pasal 45
Pada setiap penyelenggaraan Rapat Anggota wajib dibuat risalah rapat yang dibubuhi tanda tangan pimpinan rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang anggota yang ditunjuk oleh Rapat Anggota.
Pasal 46
Persyaratan, tata cara dan ketentuan lain mengenai penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
BAB V
PENGAWAS DAN PENGURUS
Bagian Kesatu
Pengawas
Pasal 47
(1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota dalam Rapat Anggota.
(2) Persyaratan untuk dipilih menjadi Pengawas meliputi:
a. tidak pernah dinyatakan pailit.
b. tidak pernah menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan
c. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan Negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
(3) Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi anggota Pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 48
(1) Untuk pertama kalinya susunan dan nama anggota Pengawas dicantumkan dalam Akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b.
(2) Susunan Pengawas dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(3) Besarnya honorarium (imbalan) bagi Pengawas ditetapkan dalam Rapat Anggota.
(4) Pengawas diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(5) Anggota Pengawas dilarang merangkap sebagai anggota Pengurus.
Pasal 49
(1) Pengawas bertugas :
a. memberi nasihat dan melakukan pengawasan kepada Pengurus dalam pengelolaan koperasi.
b. melakukan pengawasan dan mengarahkan terhadap pelaksanaan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus sesuai keputusan Rapat anggota atau Keputusan Koperasi yang lain
c. melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat anggota.
(2) Pengawas berwenang :
a. meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari Pengurus dan pihak lain yang terkait;
b. mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan pengelolaan Koperasi dari Pengurus
c. memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(3) Pengawas wajib merahasiakan hasil pengawasan yang dilakukannya terhadap pihak yang tidak berkepentingan.
Pasal 50
(1) Pengawas wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Koperasi.
(2) Pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Anggota.
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf c, Pengawas dapat dibantu Akuntan publik untuk melakukan jasa audit terhadap Koperasi.
(2) Penunjukkan akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Rapat Anggota.
Pasal 52
(1) Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat ditetapkan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
(3) Pemberian kesempatan membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan menerima baik keputusan pemberhentian tersebut.
(4) Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengawas atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 53
Pengisian jabatan Pengawas yang kosong atau dalam hal Pengawas diberhentikan atau berhalangan tetap, diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Kedua
Pengurus
Pasal 54
(1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota.
(2) persyaratan dipilih menjadi pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. mampu melaksanakan perbuatan hukum.
b. memiliki kemampuan mengelola usaha Koperasi.
c. tidak pernah dinyatakan pailit.
d. tidak pernah menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan
e. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan Negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
(3) Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi Anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 55
(1) Untuk pertama kali pengangkatan Pengurus dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Anggota Pengurus dalam Akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b.
(2) Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(3) Tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, jangka waktu kepengurusan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 56
(1) Susunan, pembagian tugas, dan wewenang Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Gaji dan tunjangan setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota.
Pasal 57
(1) Pengurus bertugas :
a. Mengelola Koperasi berdasar keputusan Rapat Anggota yang disesuaikan ketentuan Anggaran Dasar.
b. Mendorong dan memajukan usaha anggota.
c. Menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota.
d. Menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada Rapat Anggota.
e. Menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan kerjasama antar Koperasi atau antar pelaku usaha diluar koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota.
f. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib.
g. Menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien.
h. Memelihara buku daftar anggota, buku daftar Pengawas, buku daftar Pengurus, buku daftar simpanan anggota Koperasi, dan risalah Rapat Anggota; dan
i. Melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.
(2) Pengurus berwenang :
a. mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan; dan
b. mengangkat dan memberhentikan karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 58
(1) Pengurus berwenang mewakili Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Dasar dapat menetapkan mengatur wewenang Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi apabila :
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Koperasi dengan Anggota Pengurus yang bersangkutan; atau
b. Anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Koperasi.
(4) Dalam Anggaran Dasar ditetapkan siapa yang berhak mewakili Koperasi apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 59
(1) Setiap Anggota Pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha Koperasi.
(2) Pengurus bertanggung jawab atas pengelolaan Koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan Koperasi kepada Rapat Anggota.
(3) Setiap Anggota Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Anggota Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada Koperasi dapat digugat ke Pengadilan oleh sekelompok Anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 1/10 (satu per sepuluh) Anggota atas nama Koperasi.
(5) Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengurus atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 60
Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi akan :
a. mengalihkan atau menjadikan jaminan utang atas seluruh atau sebagian besar kekayaan Koperasi.
b. membebani kekayaan Koperasi untuk kepentingan pihak lain.
c. menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya.
d. mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder.
e. memiliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.
Pasal 61
(1) Pengurus dapat mengajukan permohonan ke pengadilan niaga agar Koperasi dinyatakan pailit hanya apabila diputuskan dalam Rapat Anggota.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus dan kekayaan Koperasi tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(3) Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 62
(1) Anggota Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan Anggota Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan kedudukan sebagai Anggota Pengurus berakhir.
Pasal 63
Ketentuan mengenai pengisian jabatan Pengurus yang kosong atau dalam hal Pengurus diberhentikan untuk sementara atau berhalangan tetap diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB VI
MODAL KOPERASI
Pasal 64
(1) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri , modal penyertaan dan modal pinjaman
(2) Modal sendiri berasal dari :
a. simpanan pokok.
b. simpanan wajib.
c. dana cadangan.
d. hibah.
(3) Modal penyertaan dapat berasal dari :
a. anggota.
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya.
c. Pemerintah.
(4) Modal pinjaman dapat berasal dari :
a. anggota.
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya.
c. Pemerintah.
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya.
e. Sumber lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau peraturan perundangan
Pasal 65
Setiap Anggota Koperasi menyimpan dalam bentuk Simpanan pokok yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 66
(1) Hibah yang diberikan oleh pihak ke tiga yang berasal dari sumber modal asing, baik langsung maupun tidak langsung dapat diterima oleh suatu Koperasi setelah mendapatkan izin terlebih dahulu dari Menteri.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf d tidak dapat dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Anggota, Pengurus dan Pengawas Koperasi.
Pasal 67
(1) Koperasi dapat menerima modal penyertaan dari:
a. Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. anggota berdasarkan perjanjian.
(2) Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib turut menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkan dalam Koperasi.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga dalam hal Pemerintah dalam pengelolaan usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan dan/atau turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.
(4) Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat bagian sisa hasil usaha yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.
Pasal 68
Ketentuan lebih lanjut mengenai modal Koperasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
JENIS, TINGKAT DAN LAPANGAN USAHA
Bagian Kesatu
Jenis dan Tingkat
Pasal 69
(1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.
(2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.
Pasal 70
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 terdiri atas:
a. Koperasi konsumen.
b. Koperasi produsen.
c. Koperasi simpan pinjam; dan
d. Koperasi jasa.
Pasal 71
(1) Untuk meningkatkan usaha Anggota dan menyatukan potensi usaha, Koperasi dapat membentuk dan/atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2) Tingkatan dan penggunaan nama pada Koperasi Sekunder diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
Bagian Kedua
Lapangan Usaha
Pasal 72
(1) Koperasi menjalankan kegiatan usaha yang langsung berkaitan dan bermanfaat bagi kegiatan usaha dan kepentingan ekonomi Anggota.
(2) Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dalam menjalankan usahanya.
(3) Koperasi dapat didirikan khusus dalam kegiatan usaha simpan pinjam.
(4) Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah .
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai lapangan usaha Koperasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 73
(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan pelayanan pemenuhan kepentingan ekonomi anggota dan peningkatan kesejahteraan anggota.
(2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi kepada anggota dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pelayanan kepada masyarakat bukan anggota koperasi dilakukan untuk memperkenalkan jati diri Koperasi dan menarik masyarakat bukan anggota koperasi menjadi anggota koperasi
b. Kegiatan pelayanan kepada masyarakat bukan anggota Koperasi ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Anggota
c. Kegiatan pelayanan kepada masyarakat bukan anggota sebagai perwujudan peran koperasi dalam ikut serta membangun perekonomian rakyat
Pasal 74
(1) Sumber biaya untuk membiayai kegiatan pelayanan dan atau kegiatan pengelolaan koperasi ditanggung secara bersama seluruh anggota.
(2) Pengaturan penyediaan biaya kegiatan pelayanan dan pengelolaan koperasi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Anggaran Dasar dan keputusan Rapat anggota
BAB VIII
SISA HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN
Bagian Kesatu
Sisa Hasil Usaha
Pasal 75
(1) Sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat Anggota, sisa hasil usaha disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk :
a. Anggota sebanding dengan peran serta anggota dalam memanfaatkan usaha koperasi yang dilakukan oleh masing-masing Anggota.
b. pembagian Sisa hasil usaha kepada Anggota sebanding dengan simpanan di Koperasi yang dimiliki
c. Dana Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi
d. dana pembangunan Koperasi dan penyediaan dana wajib lainnya.
e. penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) sisa hasil usaha yang berasal dari transaksi pelayanan dengan bukan Anggota tidak boleh dibagikan kepada Anggota, dan wajib digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan peningkatan pelayanan kepada Anggota.
Bagian Kedua
Dana Cadangan
Pasal 76
(1) Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian Sisa hasil usaha..
(2) Koperasi harus menyisihkan untuk dana cadangan sehingga menjadi sekurang-kurangnya 20 %(dua puluh) persen dari nilai Saham Koperasi.
(3) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian Koperasi.
BAB IX
PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN
Pasal 77
(1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi :
a. satu Koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain.
b. beberapa Koperasi dapat melebur diri untuk membentuk suatu Koperasi baru.
(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.
(3) Sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan, Pengawas dan Pengurus masing-masing Koperasi wajib memperhatikan :
a. kepentingan Anggota yang harus mendapat prioritas utama;
b. kepentingan karyawan.
c. kepentingan kreditor; dan
d. pihak ketiga lainnya.
(4) Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi:
a. hak dan kewajiban Koperasi yang digabungkan atau dilebur beralih kepada Koperasi hasil penggabungan atau peleburan.
b. anggota Koperasi yang digabung atau dilebur menjadi anggota Koperasi hasil penggabungan atau peleburan;
(5) Koperasi yang menggabungkan diri pada Koperasi lain atau yang melebur diri, secara hukum bubar.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan dan penolakan terhadap penggabungan atau peleburan Koperasi serta perubahan status badan hukumnya diatur dengan dan/atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB X
CARA PEMBUBARAN, PENYELESAIAN DAN
HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM
Bagian Kesatu
Cara Pembubaran
Pasal 78
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:
a. keputusan Rapat Anggota.
b. jangka waktu berdirinya telah berakhir; atau
c. Keputusan Menteri atau Pemerintah Daerah
Pasal 79
(1) Usul pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota dapat diajukan oleh Pengawas atau Anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah Anggota, apabila Koperasi tidak mungkin lagi dapat melaksanakan nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
(2) Keputusan pembubaran Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota setelah Pengurus memberitahukan rencana pembubaran kepada Menteri atau Pemerintah Daerah dan Kreditor.
(3) Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).
(4) Pengurus bertindak sebagai kuasa Rapat Anggota pembubaran Koperasi, apabila Rapat Anggota tidak menunjuk pihak yang lain.
(5) Koperasi dinyatakan bubar pada saat yang telah ditetapkan dalam keputusan Rapat Anggota.
Pasal 80
(1) Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
(2) Menteri dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permohonan Pengurus dan keputusan Rapat Anggota.
(3) Permohonan perpanjangan jangka waktu dilakukan dengan mengadakan Rapat Anggota untuk mengubah Anggaran Dasar.
(4) Permohonan perpanjangan jangka waktu dan pengajuan permohonan perubahan Anggaran Dasar dilakukan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi berakhir.
(5) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.
(6) Dalam hal jangka waktu berdirinya Koperasi berakhir dan tidak diperpanjang, maka Pengurus Koperasi wajib menyelenggarakan Rapat Anggota pembubaran.
Pasal 81
(1) Keputusan pembubaran oleh Menteri atau Pemerintah Daerah dilakukan apabila:
a. terdapat bukti dari hasil pemeriksaan bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang ini.
b. Kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
c. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut turut.
(2) Menteri atau Pemerintah Daerah wajib menyampaikan surat pemberitahuan rencana pembubaran kepada Koperasi yang bersangkutan.
(3) Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan secara tertulis dan disertai dengan alasan.
(4) Menteri atau Pemerintah Daerah memberikan putusan mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran, paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut.
(5) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Menteri atau Pemerintah Daerah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan rencana pembubaran kepada Koperasi yang bersangkutan.
Pasal 82
(1) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa Rapat Anggota kepada:
a. semua Kreditor; dan
b. Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Dalam hal pembubaran dilakukan oleh Menteri atau Pemerintah Daerah maka keputusan pembubaran disampaikan kepada semua Kreditor oleh Menteri atau Pemerintah Daerah.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat:
a. nama dan alamat penyelesai; dan
b. ketentuan bahwa semua Kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.
(4) Dalam hal tagihan yang diajukan oleh Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditolak, Kreditor dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penolakan.
Pasal 83
Menteri secara administratif mencatat pembubaran Koperasi dalam Daftar Umum Koperasi setelah:
a. menerima laporan mengenai keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan.
b. menerima laporan keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota karena jangka waktu berdirinya Koperasi telah berakhir; atau
c. ditetapkannya keputusan pembubaran Koperasi oleh Menteri atau Pemerintah Daerah.
Bagian Kedua
Penyelesaian
Pasal 84
(1) Untuk kepentingan Kreditor dan para Anggota terhadap pembubaran Koperasi, dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesaian.
(2) Penyelesaian dilakukan oleh Penyelesai pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai.
(3) Untuk Penyelesaian berdasarkan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota.
(4) Untuk Penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
(5) Selama dalam proses Penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan ”Koperasi dalam Penyelesaian”.
(6) Selama dalam proses Penyelesaian, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum kecuali yang diperlukan untuk memperlancar proses Penyelesaian.
Pasal 85
(1) Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi.
(2) Penyelesai bertanggung jawab kepada kuasa Rapat Anggota dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota.
Pasal 86
Penyelesai mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai berikut :
a. melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban Koperasi.
b. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, Anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik sendiri sendiri maupun bersama-sama.
c. mencairkan harta dan/atau mencairkan tagihan kepada Debitur, diikuti dengan pembayaran kewajiban Koperasi kepada para kreditor, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan pembayaran biaya penyelesaian, gaji pegawai yang terhutang, pajak yang terhutang dan biaya kantor.
d. menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi.
e. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada Anggota.
f. melaksanakan tindakan lain yang perlu dilakukan dalam penyelesaian kekayaan.
g. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri atau Pemerintah Daerah.
h. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia atau Lembaran Daerah.
Pasal 87
Dalam hal penyelesai tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, maka atas permohonan Anggota atau kreditor atau pihak yang berkepentingan lainnya, kuasa Rapat Anggota dapat memutuskan untuk mengganti Penyelesai.
Bagian Ketiga
Hapusnya Status Badan hukum
Pasal 88
(1) Menteri mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 89
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi dan Koperasi tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, anggota hanya menanggung sebatas iuran masuk, Saham Koperasi, dan modal penyertaan yang dimiliki.
Pasal 90
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran Koperasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PEMBERDAYAAN KOPERASI
Bagian Kesatu
Peran Pemerintah
Pasal 91
(1) Menteri atau Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi, dalam hal :
a. Koperasi membatasi keanggotaan atau melakukan penolakan permohonan untuk menjadi Anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
b. Koperasi tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut
c. kelangsungan usaha Koperasi sudah tidak dapat diharapkan
d. Terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola administrasi keuangan secara benar
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
(3) Permohonan yang diajukan oleh Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh Anggota atas nama diri sendiri atau atas nama Koperasi apabila mewakili paling sedikit 1/5 (satu per lima) dari jumlah seluruh Anggota.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri atau Pemerintah Daerah dapat menunjuk Akuntan Publik.
(5) Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara atau belanja daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Menteri atau Pemerintah Daerah menyampaikan salinan laporan pemeriksaan kepada Koperasi yang bersangkutan dan kepada pihak yang berkepentingan.
Pasal 92
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
(2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengambil langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan dan pemberdayaanKoperasi bagi kepentingan Anggotanya.
(3) Langkah sebagaimana dimaksud ayat (2) pemerintah dapat memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk :
a. bimbingan Usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya.
b. pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi.
c. pemberian kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta pengembangan lembaga keuangan Koperasi.
d. bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar Koperasi dan badan usaha lain.
e. pemberian bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi.
Pasal 93
(1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melindungi dan memfasilitasi bidang kegiatan ekonomi yang sedang diusahakan oleh Koperasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai peranan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 94
(1) Menteri atau Pemerintah Daerah melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Koperasi.
(2) Untuk memantapkan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Koperasi, Menteri atau Pemerintah Daerah mengkoordinasikan penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program nasional maupun program daerah, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Koperasi.
(3) Dalam pelaksanaan pemberdayaan koperasi Menteri atau Pemerintah Daerah memerankan lembaga gerakan koperasi.
Bagian Kedua
Gerakan Koperasi
Pasal 95
(1) Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan satu Lembaga Gerakan Koperasi yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka pemberdayaan Koperasi.
(2) Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja Lembaga Gerakan Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar lembaga yang bersangkutan.
(3) Anggaran Dasar Lembaga Gerakan Koperasi disahkan oleh Pemerintah.
Pasal 96
Lembaga Gerakan Koperasi menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 97
Lembaga Gerakan Koperasi berfungsi :
a. mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi Indonesia.
b. memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
c. memberikan pertimbangan dan rekomendasi kebijakan tentang pengembangan dan pemberdayaan Koperasi kepada Pemerintah, lembaga legislatif, dunia usaha, dan pihak lain yang terkait.
d. menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan serta penelitian dan pengembangan perkoperasian;
e. menyelenggarakan komunikasi, konsultasi, koordinasi, forum, dan jaringan kerja di bidang perkoperasian;
f. memberdayakan dan memajukan organisasi Anggotanya.
g. mendorong dan meningkatkan kerja sama antar Koperasi dan antara Koperasi dan pihak lain, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional.
h. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat.
i. mendorong dan memantau Koperasi untuk menerapkan nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 98
(1) Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan Lembaga Gerakan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 berasal dari:
a. iuran Anggota.
b. sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat.
c. hibah; dan/atau
d. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau peraturan perundangundangan.
(2) Pengelolaan kekayaan Lembaga Gerakan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian, transparansi, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Pasal 99
(1) Untuk mendorong pengembangan dan pemberdayaan Koperasi, Lembaga Gerakan Koperasi dapat memupuk dana untuk Dana Pembangunan Koperasi.
(2) Dana Pembangunan Koperasi bersumber dari Anggota Lembaga Gerakan Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pihak-pihak lain.
(3) Dana Pembangunan Koperasi harus diaudit oleh akuntan publik.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 100
Koperasi dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada Anggota yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dalam bentuk:
a. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali; dan/atau
b. pencabutan status keanggotaan.
Pasal 101
(1) Menteri atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi administratif terhadap Pengurus dan/atau Pengawas Koperasi yang:
a. tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 setelah 2 (dua) tahun buku terlampaui.
b. tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf f.
c. tidak memelihara buku Daftar Anggota, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus, buku Daftar Simpanan Anggota Koperasi, dan risalah Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf h.
d. tidak melakukan audit atas laporan tahunannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.
e. menolak atau tidak bersedia diadakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. penyampaian teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;
b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi;
(3) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diindahkan oleh Pengurus, Menteri atau Pemerintah Daerah dapat membubarkan Koperasi.
Pasal 102
Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota, Pengawas, atau Pengurus serta bentuk pemberian sanksinya diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 103
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan Undang-Undang ini.
b. Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
c. Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian Anggaran Dasar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan langsung dengan Koperasi tersebut.
d. Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri atau Pemerintah Daerah, prosesnya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 104
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 105
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 106
(1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ....... 200...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 200..
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar